Petualang Unik - Pada Senin (31/12/2012) pukul 00.01, seluruh dunia memasuki tahun 2013 dan meninggalkan tahun 2012 yang mengharu biru.
Banyak kegiatan disiapkan untuk merayakan kedatangan tahun yang menurut kalender China merupakan tahun ular itu. Tak hanya di Indonesia, tapi juga hampir semua negara di dunia, termasuk di negara-negara Islam di kawasan Afrika dan Timur Tengah, perayaan datangnya 2013 dipastikan akan semarak, bahkan spektakuler, dengan pertunjukkan kembang api sebagai puncak acara.
Menurut berbagai sumber rujukan, "Tahun Baru" mulai dirayakan pada zaman kerajaan Babilonia kuno (1696 – 1654 SM). Kala itu tahun baru dirayakan pada bulan Maret yang berdasarkan perhitungan kalender bangsa yang bermukim di selatan Mesopotamia (sekarang bernama Irak) tersebut, merupakan bulan baru (new moon) yang pertama, yang ditandai dengan nampaknya bulan sabit di langit setelah peristiwa vernal equinox (hari pertama musim semi).
Maret dirayakan sebagai tahun baru, karena berdasarkan penanggalan bangsa Babilonia, merupakan awal musim tanam, dan awal musim dimana bunga-bunga bermekaran dengan indahnya di seluruh penjuru negeri.
"Tradisi" perayaan Tahun Baru pada bulan Maret ini kemudian dilanjutkan di zaman kekaisaran Romawi kuno, karena kala itu kalender Romawi juga menunjuk Maret sebagai awal tahun.
Inilah urutan bulan menurut kalender Romawi awal:
1. Martius
2. Aprilis
3. Maius
4. Junius
5. Quintilis
6. Sextilis
7. September
8. October
9. November
10. December
Namun, seiring beralihnya tongkat kepemimpinan kekaisaran itu dari satu kaisar ke kaisar yang lain, sistem penanggalan bangsa Romawi mengalami perubahan-perubahan sesuai "selera dan keinginan" pengusaha kala itu, sehingga sistem penanggalan tak lagi singkron dengan "posisi" Matahari, dan memicu kekisruhan.
Pada 153 SM, Senat Romawi bersidang untuk mencari solusi, dan menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun yang baru. Penetapan ini juga memicu kontroversi karena penetapan bukan disandarkan pada ilmu falak atau astronomi, namun lebih pada keperacayaan (baca; agama) yang dianut mayoritas masyarakat Romawi kala itu yang memercayai banyak dewa sebagai Tuhan mereka.
Januari ditetapkan oleh Senat sebagai awal tahun yang baru, karena nama bulan ini diambil dari salah satu nama dewa mereka; Janus, dewa yang menurut kepercayaan mereka merupakan dewa berwajah dua dimana salah satu wajahnya menghadap ke depan yang difilosofikan sebagai masa lalu, dan yang satu lagi menghadap ke depan yang difilosofikan sebagai masa depan.
Kisruh perkara awal tahun baru ini kemudian diselesaikan Gaius Julius Caesar setelah naik tahta.
Dengan dibantu Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, ia merombak sistem kalender bangsanya yang menurut catatan sejarah, disusun pada abad ke-7 SM. Dalam desain "kalender barunya", Julius mengacu pada Revolusi Matahari yang juga dianut bangsa Mesir, sehingga jumlah hari dalam setahun tak lagi 304 hari seperti jumlah hari dalam kalender Romawi kuno, namun 365 hari, dan jumlah bulan dalam setahun pun ditambah dua menjadi 12.
Inilah susunan bulan dalam setahun berdasarkan kalender yang dibuat Julius Caesar;
1. Januarius
2. Februarius
3. Martius
4. Aprilis
5. Maius
6. Junius
7. Quintilis
8. Sextilis
9. September
10. October
11. November
12. December
Pada saat penyusunan kalender inilah istilah tahun kabisat mulai dikenal, karena saat sistem kalender disusun, Caesar memerintahkan Sosigenes untuk menambahkan satu hari pada bulan Februari untuk setiap empat tahun, sehingga setiap empat tahun, jumlah hari dalam bulan Februari tidak lagi 28, melainkan 29. Secara teoritis, para astronom menyakini, penambahan satu hari di bulan Februari ini dapat menghindari penyimpangan pada sistem kalender yang kemudian dikenal dengan nama Kalender Julian ini.
Setelah sistem penanggalan kelar dibuat, Caesar mengukuhkan awal Januari sebagai Tahun Baru, sehingga 1 Januari 45 SM dicatat sejarah sebagai tahun baru yang pertama yang dirayakan pada awal Januari.
Nama bulan Quintilis yang menjadi nama bulan ketujuh, kemudian diganti Caesar menjadi Juli yang mengacu pada nama tengahnya; Julius. Pengubahan nama bulan ketujuh ini dilakukan sebelum sang Kaisar dibunuh pada 44 SM.
Pengganti Caesar, Kaisar Agustinus, kemudian mengganti nama Sextilis yang merupakan nama bulan kedelapan, menjadi Agustus yang mengacu pada namanya sendiri.
Ditolak Gereja Katolik
Kalender Julian ditolak Gereja Katolik karena dinilai tidak akurat. Pasalnya, satu tahun dalam kalender ini berlangsung selama 365 hari 6 jam, sementara Revolusi Bumi dalam setahun hanya berlangsung selama 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. Akibatnya, setiap 1 milenium, Kalender Julius kelebihan 7 sampai 8 hari atau kelebihan 11 menit 14 detik setiap tahun tahun.
Akibat lebih jauh, Kalender Julian membuat permulaan musim semi semakin maju setiap tahun, dan hari perayaan Paskah tidak tepat lagi dengan yang telah disepakati dalam Konsili Nicea I pada 325 SM.
Dr Aloysius Lilius dari Napoli-Italia, kemudian mengusulkan agar Kalender Julian dimodifikasi dengan bersandar pada Revolusi Bumi dan menjadikan tahun kelahiran Yesus Kristus (Isa Al Masih) sebagai permulaan tahun atau tahun I. Hasil modifikasi ini disetujui pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Gregorius XIII, pada 24 Februari 1582, dan kemudian kita kenal dengan nama Kalender Gregorian.
Kalender inilah yang saat ini banyak di pakai negara-negara di dunia, dan kalender ini pula yang menguatkan tanggal 1 Januari sebagai tahun baru. Sampai sekarang.
Selamat Tahun Baru