Hidup adalah komoditas yang paling berharga di dunia ini. Pasalnya, hidup merupakan salah satu hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, meski mungkin bisa dipakai untuk memperpanjang waktu saja.

Beberapa orang beranggapan bahwa berhentinya umur berarti berhenti juga pemasukan finansial. Ini mungkin saja benar, tapi tidak mutlak.

Beberapa contoh berikut ini, seperti dikutip dari Investopedia, Kamis (2/8/2012), memperlihatkan kepada kita bahwa kematian bukanlah batas untuk tetap meraup untung.

1. Michael Jackson


Pria berjuluk "King of Pop" ini meninggal Juni 2009 di umur 50. Selama hidupnya berkarir di dunia hiburan, Jacko sudah mengasilkan US$ 500 juta (Rp 4,5 triliun) melalui musik, konser, video dan sponsor.

Setelah ia meninggal, banyak kabar membahas soal kesehatan finansial Michael. Banyk sumber mengatakan bahwa sebelum meninggal, Michael sudah di ambang kebangkrutan.

Entah kabar itu benar atau tidak, pendapatan Michael justru meroket setelah kematiannya. Dua tahun setelah kematiannya, film terakhirnya yang berjudul "This Is It" berhasil meraup omzet US$ 400 juta. Termasuk juga penjualan album, sponsor dan royalti.

Selain itu, Jackson juga masih punya kepemilikan saham di perusahaan patungan Sony/ATV yang meluncurkan katalog musik dari artis terkenal seperti, The Beatles, Bob Dylan, Elvis Presley dan banyak lagi.

Perusahaannya itu didirikan pada tahun 1985 dengan nilai investasi US$ 47,5 juta (Rp 427 miliar). Beberapa tahun setelah berdiri, Sony membeli setengah kepemilikan saham perusahaan itu senilai US$ 90 juta (Rp 810 miliar) menyisakan 50% untuk Michael.

Perusahaan itu sampai saat ini masih menghasilkan laba. Michael bisa jadi menghasilkan uang lebih banyak setelah meninggal ketimbang masih hidup.

2. Steve Jobs


Dikenal sebagai revolusioner di industri teknologi, Steve Jobs sudah meninggalkan sebuah warisan yang terus hidup melalui berbagai produk Apple. Meski meninggal di usia yang relatif masih muda, 56 tahun, Jobs sudah dikenal dengan baik di industri teknologi dalam 30 tahun terakhir.

Sebelum meninggal, ia sudah mengalihkan beberapa asetnya ke dalam sebuah trust fund. Aset tersebut termasuk properti, sekitar 5,5 juta saham Apple dan 138 juta saham Disney.

Meski tidak diketahui dengan pasti, tapi dividen dari kedua saham itu memberikaan jutaan dolar setiap tahunnya. Dengan imbal hasil Disney 1,3% atau US$ 0,60 per lembar, maka saham milik Jobs itu menghasilkan US$ 83 juta (Rp 747 miliar) per tahun. Apalagi dividen Apple yang mencapai US$ 2,65 (Rp 23.850) per lembar.

3. Sam Walton


Sam Walton adalah pendiri raksasa supermarket Walmart. Pada 1962, ia membuka toko Walmart pertamanya di Rogers, Ark. Ketika meninggal di 1992, ia sudah menjadi miliuner dengan harta melimpah.

Walton punya perusahaan investasi bernama Walton Enterprises. Kepemilikan di perusahaan ini sudah diatur sehingga empat anaknya bisa mendapat jatah 20%, 10% dipegang istrinya, Helen Walton dan 10% sisanya untuk dia sendiri.

The Walton Enterprise menguasai saham Walmart senilai US$ 1,68 miliar (Rp 15,12 triliun). Dengan harga US$ 67,53 (Rp 607.700) per lembar, nilai saham-saham itu mencapai lebih dari US$ 113 miliar (Rp 1.017 triliun).

Setiap tahunnya, Walmart membagikan dividen rata-rata US$ 1,59 (Rp 17.100) per lembar, maka Walton Enterprise kebagian sekitar US$ 2,67 miliar (Rp 24,03 triliun).

4. Albert Einstein


Meski sudah meninggal sejak tahun 1955, Einstein masih menjadi sosok yang dikenal banyak orang di seluruh dunia. Bahkan, banyak perusahaan yang ingin menggunakan nama maupun muka Einstein untuk berpromosi.

Berdasarkan data Forbes, Einstein menghasilkan US$ 18 juta (Rp 162 miliar) melalui berbagai royalti di rentang waktu November 2006 sampai Oktober 2007.

Uang tersebut didapat dari produk yang beragam pula, mulai dari gelas, kalender, figur aksi dan lini Baby Einstein dari Disney. Sayangnya, Einstein tidak punya keturunan yang bisa mengambil hak jutaan dolar tersebut.

Untuk itu, seluruh uang yang dihasilkan almarhum langsung disumbangkan ke Universitas Hebrew University di Yerusalem atas nama Einstein.

5. Stieg Larsson


Anda mungkin tidak akan terlalu familiar dengan nama tersebut, tapi mungkin pernah mendengar buku karangannya. Larsson adalah pengarang buku "Millennium Trilogy," atau lebih dikenal dengan "The Girl With The Dragon Tattoo," "The Girl Who Played With Fire" dan "The Girl Who Kicked The Hornets' Nest."

Larsson meninggal tiba-tiba di 2004 akibat serangan jantung, waktu itu ia baru berumur 50 tahun. Sejak kematiannya, buku Larsson langsung menjadi fenomena internasional dengan meraup lebih dari US$ 45 juta (Rp 405 miliar) hanya dari penjualan buku saja.

Kekayaannya semakin bertambah dengan adanya film berdasarkan buku karangannya tersebut. Ia tidak sempat memilih ahli waris sehingga kekayaannya itu jatuh ke ayah dan adiknya.

Hal tersebut sempat membuat ricuh antara keluarga Larsson dan Eva Gabrielsson, mitra kerja Larsson selama 30 tahun lamanya. Tapi berdasarkan hukum negara Swedia, Gabrielsson sama sekali tidak berhak mendapatkan harta warisan tersebut.